aku

28 November 2016

Maria.. ayo membaca buku!

Kelakuan hidup gue akhir-akhir ini selow banget. Segala Maria Marcedez-lah jadi tontonan wajib tiap pagi. Segala buku yang pernah gue baca gue foto-foto (ahiya lagi suka buku-bukunya Agatha Christie anyway, semua seri! Dan Sophie Kinsella!). Sampe bikin keki orang yang suka keki. Eh kalian tau gak sih arti "keki"? Ah ketahuan pasti kalian gak penah baca Olga Sepatu Roda karya Hilman yak? Ya jadi keki itu artinya semacam gondok campur kesel campur marah. Seru kan? Kayak seblak! *gak nyambung* *terserah*

Tapi kita gak boleh marah-marah tau. Akhir-akhir ini gue suka nonton videonya Desi Anwar waktu mewawancarai Dalai Lama.. dan beliau sangat sangat sangat humanis. Gak mau marah. Wajar dapet nobel. Tapi beneran deh Dalai Lama itu prinsip hidupnya keren abis! Dia bilang kita harus mengembalikan derajat manusia seperti manusia. Terus dia bilang sesungguhnya agama itu tidak pernah menyebabkan konflik. Beliau melanjutkan sebenarnya yang menyebabkan konflik adalah kekuasaan, perbedaan individu, dan perbedaan kepentingan. (Kalo gak percaya cari di youtube kata kunci: face2face Desi Anwar with Dalai Lama). Tapi dipikir-pikir bener juga kan? Soerjono Soekanto aja bilang penyebab konflik itu karna perbedaan individu, perbedaan kepentingan, perbedaan kebudayaan dan perubahan sosial. Lalu mengapa konflik karena perbedaan agama sering terjadi?Kalo boleh nambahin teori sih, kita ini masyarakat muktikultural atau multi-kepentingan? *nengpaul anaknya teoritis banget* *brb gigit beng beng*

Tuh nengpaul jadi serius lagi! Barangkali baiknya kita banyak-banyak nonton Sule dan Andre Taulany biar happy terus. Barangkali jangan buka artikel-artikel di media sosial yang cuma sepotong itu. Baiknya kita baca buku yang jelas sumber kebenarannya (jangan lupa pakai hastag #ayomembacabuku) . Atau setidaknya jika baca buku, kamu gak cuma dapet "quotes" untuk update status, tapi mengetahui apa yang dirasakan penulisnya, atau pengalaman berharga yang bisa kita petik, atau menambah perbendaharaan kata yang kita punya, bahkan menambah pengetahuan dan meningkatkan daya ingat.
Eng.... Baiknya kita piknik sih! Hehehe

Wah ayo piknik aja deh yuk! Pasir putih, langit biru, ombak berkejaran, angin sepoy-sepoy. Sampingnya JK deh. Ah I love you! Udah. Perfect.

Selamat malam.

24 August 2016

Gemeinschaft Thought atau Gesselschaft Thought?

Saya sering bicara hal ini di kelas dengan para siswa yang usia muda, usia belia. Beda antara Gemeinschaft dan Gesselschaft. Tentang sikap, bukan kebendaan. Tentang perilaku, bukan kepunyaan.

Ferdinand Tonnies secara tegas membagi masyarakat ke dalam 2 kelompok besar, "orang kota" dengan "orang desa". Bukan seberapa banyak gedung atau kerbau yang dimiliki seseorang, bukan pula Bahasa Ibu dengan Bahasa Daerah yang digunakan, tetapi sekali lagi tentang perilaku.

Anak-anak yang kebetulan saya ajar, jelas mereka tergolong Gesselschaft. Berpikir dan bertingkah khas orang kota, tidak perlu bicara kepunyaan, tapi punya segala yang mereka inginkan. Pun yang mereka butuhkan. Berpikir logis, tentang hal-hal yang masuk akal. Penuh perhitungan antara untung-rugi meski kenal teman sekelas. Kepribadian ramah pada yang kenal, bersikap acuh pada yang tak kenal. Fokus memikirkan masa depan dan pergaulan diri sendiri, tidak peduli orang lain jungkir balik di sekitarnya.

Saya setengah Gesselschaft.

Mencintai keengganan untuk tidak terlalu ramah pada banyak orang. Fokus pada hal-hal yang menyenangkan bagi pribadi. Impersonal, jelas. Dan selalu punya waktu untuk aktualisasi diri sendiri.

Saya setengah Gemeinschaft.

Saya berpikir bagaimana suku mengajarkan nilai dan norma yang baik. Saya mahfum pada penilaian kepintaran menurun dari orangtua. Menghadiri beberapa acara ritual keagamaan. Beragama. Punya sahabat-sahabat yang hubungannya solidaritas mekanis. Intimate -kepada siapapun yang menghargai kehadiran saya disitu-. Juga mencintai kegotongroyongan khas Indonesia.

Kemudian yang menjadi anomie banyak orang rantau datang ke jakarta adalah, apakah mereka harus ada di sisi "kota", atau kekeuh di sisi "desa".

Beberapa terlihat memegang gadget keluaran teranyar dengan earphone yang tak lepas dari telinga. Sekian persen terlihat suka hilir mudik ke mall ketimbang mudik beneran ke kampung halaman. Segilintarnya suka mengupdate kegiatan diri atau wajah bangun tidur yang no-make-up di sosial media. Banyak juga yang membuka video clip lagu-lagu Barat, tapi kemudian mencela apa yang mereka dengar dan tonton sendiri. Mereka tidak mau terima disebut hedonisme atau westernisasi, tapi berusaha untuk kita sebut sebagai "gesselschaft"?

Namun, ada beberapa orang rantau yang terlihat mengejar mimpi. Ambisius menaiki jabatan. Kerja keras siang dan malam. Sekian persen terlihat elegan dengan mengikuti kursus penambah kualitas diri. Kursus berbahasa asing dan keterampilan demi punya kesempatan emas di masa depan. Segilintirnya suka mengupdate kegiatan sosial. Mengayomi anak-anak panti atau jompo dengan semangat berbagi. Banyak juga yang membuka video-video menggugah wawasan dari motivator motivator yang super handal. Mereka tidak malu disebut "gemeinschaft", tapi berpikir global dan berbuat banyak bagi orang sekitar.

Tidak ada yang salah dengan Gemeinschaft thought ataupun Gesselschaft thought. Pemikiran orang tidak bisa kita penjarakan, tidak juga untuk di-judge. Barangkali Tonnies terlalu rasional dengan cukup mengklasifikasikan masyarakat berdasarkan sikap secara empirik. Berdasarkan kenyataan sikap dan pemikiran orang, bukan suku dan asal daerah orang.

Tapi ada satu quotes yang saya temukan secara random di instagram yang cukup menggelitik hati dan tenggorokan saya, "Worry about your character, not your reputation. Your character is who you are. Your reputation is who people think you are".

Salam olahraga!

16 July 2016

Resah

Katanya awan bergerak terus
Maka ia ada panas di bagian sini
Ada hujan di bagian situ

Katanya bumi terus berputar
Maka ia ada malam dengan bintang
Ada siang dengan terang

Hati tidak pernah teringkari
Jika waktunya ingin pergi, dia akan lari

Haruskah mengulang bulan-bulan dengan mimpi yang sama?
Ataukah mengejar gunung yang katanya tak kan lari jika dikejar?

Jika mimpi ada di langit,
Berarti harus naik tangga untuk kesana
Jika pahitnya harus digigit
Biarlah Tuhan yang membawa ke singgasana

12 July 2016

Naik Kereta

Setelah membaca The Girl on The Train-nya si Paula Hawkins, akhirnya gue terinspirasi untuk naik kereta. Gak nyambung sih, tapi bakal gue sambung-sambungin ajah.

Pertama, gue mau merekomendasikan buku itu dulu. The girl on the train adalah sebuah novel fiksi-thriller yang cukup bikin penasaran. Alur maju mundur yang cukup membuat kita gak mau beranjak dari tempat duduk dan berusaha menamatkan buku itu secepat mungkin kalau gak mau mati penasaran *agak lebay yah*, kebetulan gue sama Bani niat banget janjian beli buku ini pas bulan puasa, jadi lumayanlah buat sekalian ngabubu-read dari habis subuh hingga magrib *maapin neng Paul ya Allah*. Tapi ceritanya gak begitu sadis seperti yang gue bayangkan sih *maap sedikit spoiler*. Over all keren! Bintang empat setengah deh! Buat kalian yang suka baca buku misteri okelah buat cemilan, anyway gue tau buku ini juga dari salah satu siswa gue yang waktu itu lagi sibuk persiapan tes masuk PTN (he he Halo Karin, terimakasih atas rekomendasinya). Dannn buat yang suka baca fiksi romantis, bolehlah dinikmati juga part romance-nya dalam buku ini.. Ada kok.. Dikit.. Hihi

Ohiya, dan kedua.. Akhirnya gue naik kereta sama pacar! Yeah! Untuk pertama kalinya kita naik kereta bareng. Seneng banget. Sotoy banget. Lucu banget. Huwaaaaa gak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Gue yang biasanya cuma bisa ngeliatin part romantisnya couple2 yang mondar mandir Jogja-Solo naik Prameks (nama keretanya agak mirip sama obat sakit kepala paramex ye), sekarang akhirnya bisa naik commuter line bareng pacar. Seru banget! Kita naik dari stasiun Kebayoran Lama yang sekarang udah direnovasi dengan bagus (dulu gue juga sering kesitu kalo naik kereta mau ke Solo), terus transit di Stasiun Tanah Abang. Terus ngotot sama pacar minta foto selfie di dalam kereta yang sedang melaju. Untung pacar sabar.. dan lebar.. *eh* hahaha peace! Dan voilaaaaa sampailah kita di Kota Hujan, tapi gak hujan. Lebih kepada banyak angkot sih. Hehe.

Terus yaudah kita jalan-jalan dengan kesotoyan tiada tara. Nyobain roti maryam yang gurih mantab itu dan es doger. Udah, abis itu pulaaaaaang!
Ah senang!!!

01 June 2016

Si Babi Ungu

Pada waktu kecil, aku percaya dengan segala kata-kata Enid Blyton. Aku percaya dengan segala dunia khayalnya. Juga percaya mungkin nanti akan jadi nyata.

Waktu kecil aku suka mengkhayal,
Kadang jadi siswi di sebuah asrama kampung pedalaman Inggris,
Kadang jadi ibu peri,
Kadang jadi si babi ungu *tapi aku rasa aku tidak cukup nakal untuk menjadi seperti dia*,
Kadang juga jadi desainer di kota Paris.

Waktu kecil aku banyak juga baca serial komik Conan Edogawa. Dinamakan Conan karena Aoyama Gosho sangat mengidolakan Conan Doyle pengarang Sherlock Holmes. Suka karakter Ai. Berharap bisa jadi Aibara. Misterius tapi pinter. Pemikir tapi kecil. Gak cemburuan. Hff.......

Juga pernah mengkhayal jadi Olga Sepatu Roda. Tokoh cewek kece ciptaan Hilman Hariwijaya. Cakep, rambut kuncir kuda, jago siaran, serta tangguh anti patah hati. Punya sahabat namanya Wina yang punya mobil vw kodok. Selalu ceria meski honor siaran radio tak seberapa. Selalu terlihat anggun meski somad selalu mengekor.

Khayalan aku banyak. Mungkin kalo punya blog dari kecil, blog ini akan diblokir karna isinya aneh-aneh.
Ohiyaaa pernah juga mengkhayal jadi Acha Septriasa. Yang kalo nangis ajah tetep cakep. Yang kalo ngomong aja suaranya udah bagus. Yang pake baju apa aja terlihat trendi. Yang rambutnya gak disisir pun tetep fotogenik.
Tapi sekarang aku jadi kayak gini. Suka berbicara dengan khayalanku sendiri sebelum tidur.
Halo khayalan,
Apa kabar kamu di Eropa?
Apa kabar dengan kasus-kasus kamu di Jepang?
Apa kabar kamu dari masa 90an?
Apa kabar kamu yang sekarang?
Masihkah jadi anak baik di asrama? Ataukah jadi pemikir di antara teman-teman yang santai? Ataukah jadi cewek kece yang mengagumkan? Ataukah jadi perempuan yang melankolis?
Aku disini sudah jadi pemikir. Sudah jadi yang kadang dikagumi anak-anak. Sudah jadi yang kadang dibenci orang-orang. Sudah jadi pengikut arus. Sudah jadi cewek metropolitan yang bermusuhan dengan kemacetan. Sudah lupa harus darimana memulai khayalan yang indah lagi. Dari Jakarta kah? Atau dari Solo kah? Atau dari Sorbone University kah? Hahaha.. Biar tongkat ibu peri yang tentukan kemana langkah ini seharusnya.

Selamat malam.

07 May 2016

Jakarta Sore Ini

Gue nulis ini waktu lagi mandangin depan jalan ciledug raya yang macet, plus banyak genangan karena hujan sedang deras-derasnya. Gak mampu bikin puisi. Berusaha untuk gak ngeluh sama yang punya langit aja udah cukup berat.
Bah.. Hidup kok ngeluh mulu si ul..

Sebenarnya hari ini hari bahagia. Salah satu sahabat SMA gue nikah. Rumahnya di batas. Iya perbatasan antara DKI JAKARTA dan TANGERANG. Jalur sibuk sedunia.
Untuk istimewanya gue pake rok batik kesayangan asli solo. Naik grab bike dari tempat kerja.. Kehujanan.. Kecipratan.. Make up luntur.. Pacar jauh.. Laper tiada tara..
Alhasil nyangkut di kedai mpek-mpek sembari nungguin Bani. Pas gue lagi seru-serunya nulis, eh Bani dateng dengan muka datar. Bahagia. Terus gue lupa melanjutkan tulisan ini hingga beberapa minggu kemudian.

Nah jadi waktu di kedai mpek-mpek itu kan gue pesen mpek-mpek yah *yakali mesen cat tembok ul*.. terus ada ibu-ibu kepo duduk belakang gue. Awalnya dia ngeliatin gue yang heboh ngelap2 sepatu pake tisu. Terus tiba-tiba nyolek, "neng mpek-mpeknya enak gak?", belum sempet gue jawab dia udah berargumen, "gak enak kan ya? bau.." gituh katanya pemirsah. Padahal pas gue makan itu enak banget dan biasa aja, gak bau. Terus gue pura-pura sibuk bbm an sama pacar, sambil iseng mau kirim foto gue yang lagi makan mpek-mpek *Maria Ulfa emang alay banget*, ehhhhh dede ehhhh itu ibu kepo dari belakang ngeliatin hp gue sampe mukanya pun muncul di foto selfie gue.

Terus yaudah gue diemin. Niatnya mau gue ajak foto sekalian, tapi keburu punya niat baik mau update di blog ajah. Terus keburu Bani dateng. Terus kondangan deh. Yey!!!!!

03 May 2016

Jakarta Pagi Ini

Pagi selalu berganti dengan sama,
Sibuk, penuh rencana
Pusing, banyak wacana

Selalu ada saja yang membuat iba di tengah jalan
Para renta yang menjual buah, meski tau banyak orang suka memperkaya pemilik supermarket
Tukang koran yang lusuh, sebab berita kini mudah dibuka dari genggaman
Juga kecil-kecil anak di perempatan, menenggalamkan mimpi, mengais rejeki di tengah jalan

Tuhan bukannya tidak baik,
Baik sekali pada kita yang pandai bersyukur
Yang masih bisa bergelut dengan macet untuk pergi ke tempat kerja
Yang masih bisa pilih menu berbeda untuk makan siang dan makan malam
Yang masih bisa dengan tenang berlibur di akhir pekan

Semoga setiap perjalanan jadi pelajaran
Semoga setiap hari terus belajar
Semoga setiap kekurangan masih bisa diambil hikmah

Selamat pagi,
Semangat terus bergerak,
Biar hidup lebih bercorak.

24 April 2016

Keep in your passion!

Kadang saya suka membayangkan, bagaimana jika saya menjadi wanita karir yang pagi-pagi harus bergulat dengan kemacetan menuju gedung pencakar langit Ibu Kota, meminum susu low fat biar tubuh tetap langsing, memesan katering dengan menu kentang rebus, telur rebus, serta wortel dan brokoli yang sengaja tidak dibubuhi garam maupun merica -seperti yang saya lihat di Instagram para artis-, lalu posting foto OOTD (out of the day), dan malamnya nongkrong di cafe yang desain interiornya niat banget bareng teman-teman se-geng yang asik membicarakan bonus tahunan dari kantor untuk jalan-jalan ke beberapa negara tujuan wisata antara Eropa atau Timur Tengah.

Dessssh!
Rumput tetangga memang selalu terlihat lebih hijau ya.

Kadang saya juga membayangkan bagaimana perempuan-perempuan jaman dulu memberikan penuh waktunya untuk mengurus anak dan suaminya. Berkutat antara dapur-sumur-kasur sembari menanti akhir pekan untuk kondangan dengan tetangga kampung. Barangkali juga terasa bahagia mengoleksi gelas-gelas kaca dan foto keluarga yang terpajang manis di dinding ruang tamu untuk dipamerkan ke orang lain ketika ada arisan.

Dessshhh!
Kebahagiaan orang lain memang selalu terlihat tanpa cela di mata kita.

Namun, mata ini justru dihadapkan pada anak-anak galau dengan jurusan kuliah, dengan jadwal kerja yang diputar-putar, dan beberapa jajanan ala sekolahan yang sulit ditolak. Serta tarif ojek online yang tiap peak hours harganya dimahalin.

By the way, kalau boleh dibilang yaa, Sang Pengatur Skenario baik sekali dengan saya. Hari-hari yang mudah setiap siang hingga malam. Jam-jam menyenangkan bertukar ilmu dengan anak-anak putih abu-abu. Dan detik-detik yang saya lewati dengan orang-orang yang saya sayangi. Adalah jalan yang baik dan terbaik yang dipilihkan Maha Penguasa langit dan bumi untuk saya, pun untuk orang-orang di sekitar saya.

Suatu hari, pada saat masih duduk di bangku SMA, saya pernah mengajukan pertanyaan 'iseng' pada guru saya. "Kenapa bapak mau menjadi guru?", beliau menjawab sambil tersenyum tulus, "menjadi guru itu panggilan nak. Mengajar, belajar, mengulang-ulang ilmu setiap hari.. Itu panggilan dari sini". Begitu jawabnya sambil memegang hatinya. Saat itu saya dengarkan saja sambil lalu. Bahkan hingga kelas 3 SMA pun tidak ada terbesit di benak saya akan mengambil jurusan keguruan. Hingga takdir yang membawa saya kesini.

Saya bangun pagi dengan bayangan beberapa pertanyaan anak-anak yang suka lucu-lucu kalau diingat. Mulai dari yang menyangkut pelajaran, hingga perasaan. Mulai dari soal sosiologi, sampai dengan soal pribadi. Mulai dari tanya tentang homework-nya mereka dari sekolah, sampai tanya saya dengan pacar saya kalau ngomong pakai bahasa apa.. *ya menurut nganaaa? Pakai bahasa kalbu lah wkwwkwk* Begitulah anak-anak SMA jaman sekarang. Kepo, baper, bm.. sudah jadi ledekan sehari-hari.

Saya disini bukan mengajar. Tapi sama-sama belajar. Kebetulan di agama yang saya anut katanya, sampaikanlah walau 1 ayat. Juga ditegaskan lagi katanya orang yang berilmu akan ditinggikan derajatnya oleh Sang Pencipta. Tuh kan, Sang Pengatur Skenario memang baik sama saya. Dan saya merasa nyaman dengan rutinitas seperti ini. Cukup nyaman, meski kadang merepet jika ada hal-hal yang bikin saya KZL atau ZBL. *brb pasang status di line pakai foto Raisa6690 yang lagi manyun* *iya emang, kadang saya suka merasa mirip sama raisa6690 kalo lagi manyun* he he he he.

Baiknya di jaman ini adalah, perempuan bebas menentukan nasibnya mau jadi apa, mau menyibukkan diri dengan apa, mau mengembangkan diri seperti apa. Terlepas dari teori feminimisme bangsa Barat, ataupun nunut apa katanya pejuang kesetaraan pendidikan bagi perempuan Indonesia, R A Kartini yang terkenal dengan tulisannya Habis Gelap Terbitlah Terang, perempuan masa kini cukup dengan jadi dirinya sendiri. Keep in your passion! Tidak harus sama dengan wanita kantoran yang pakai blezer dan berbalut barang-barang branded, atau sama dengan wanita jaman dulu yang pakai kebaya dan berkonde.. Tapi yang terbaik adalah pakai pakaian yang kita suka. Kerjakan hal-hal yang kita senangi dan berguna bagi orang di sekitar. Terus belajar dan belajar, sebab hidup adalah pembelajaran sepanjang hayat.

Jadi rasanya saya cukupkan saja khayalan-khayalan sosiologis yang tak ada ujungnya ini. Saya mau kembali membaca beberapa buku sejarah tentang Timur Tengah, sejarah peradaban dunia, ataupun teori konspirasi. Mau kembali diskusi dengan mama tentang kelakuan 'unik' para koruptor. Mau kembali jadi blogger yang rajin menulis tentang kamu.. Iya kamu.. #eyaaa dan mau belajar menanak nasi di rice cooker dengan baik dan benar.

Selamat malam,
Terima kasih sudah membaca ;)

15 March 2016

(Mem)Bela Diri

Gue tau ada satu kondisi dimana manusia harus menahan diri untuk merasa benar dalam perdebatan meski ia memang benar. Kecendrungan untuk merasa "perlu" meluruskan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang semestinya buat gue itu udah "naluri" dari sananya. Itu kenapa dalam teori Maslow tentang 7 kebutuhan manusia ada salah satunya rasa aman dan dihargai oleh sesama.

Jelas untuk mendapatkan rasa aman, salah satu bagian penting, bahkan hewan dan tumbuhan pun punya, manusia harus bisa membela diri. Setidaknya punya bentuk perlindungan bagi dirinya sendiri untuk terhindar dari hal-hal yang menyakiti dirinya. Perlu digarisbawahi adalah terhindar dari hal-hal yang menyakiti dirinya.

Nah!
*sigh*
Seandainya gue bisa menjelaskan ke beberapa orang atau bahkan yang "care" sama gue, bahwa gue ada dalam kondisi dimana gue harus membela diri gue.. sendiri.. iya sendiri. Sebab otak gue terlalu idealis untuk berkompromi dengan orang-orang yang pandangannya sama dengan banyak orang yang mungkin melihat pemikiran gue terlalu kekanak-kanakan. Terlalu sedikit-sedikit komplain. Tentang hal-hal kecil yang gue lihat tidak semestinya dilakukan. Tentang peran-peran yang dilakukan tidak sesuai dengan statusnya. Tentang tangan-tangan yang belum berkuku, tapi hendak mencubit.

Manusia tidak pernah puas dengan dirinya sendiri, apalagi dengan orang lain. Bahkan apabila ketujuh kebutuhan dasar manusia versi Maslow tadi sudah terpenuhi, pun ia takkan puas. Gue menyebutnya sebagai suatu kewajaran. Untuk menunjukan bahwa benar kita masih hidup di bumi, bukan di surga. Bahwa benar kita ini perlu ditegur, bukan hanya dipuji. Bahwa benar kita ini ada di panggung sandiwara, bukan berlaga di film dimana kita adalah sutradaranya.

Betul barangkali apa kata Herper Lee dalam novelnya To Kill a Mockingbird, "you never really understand a person until you consider things from his point of view... Until you climb inside of his skin and walk around in it."

22 February 2016

Pengganti Jeje

Kalo di Solo aku punya Icha, nah pas di Jakarta aku punya Jeje. Lucu, imut, besar.. hatinya, suka jajan, suka jalan-jalan, dan suka Asman.. *eh hahaha*. Teman gosip sampe sip. Teman jajan dan jalan-jalan. Teman di saat merasa kaya raya pada tanggal 30 dan teman juga di saat harus bertahan hidup di tanggal 18. Ah teman sejati memang! *ciye ngaku-ngaku*.

Jeje pacarnya Asman. Selalu sayang Asman meski jauh. Selalu merasa bersyukur punya Asman. Selalu membawa nama Asman dalam doanya. Plus baiknya dari manusia ini adalah selalu ready kalo diajak kemanapun.. *sampe masuk Rumah Sakit gara2 belanja 6 jam muter2 BLOK M*. Punya resep kebanggaan nenek moyang. Punya kain sarung dari neneknya yang kalo aku nginep di kamarnya aku yang pake sarung itu. Dan punya aku yang selalu nempel kayak bayangan sama dia.

Tapi tiba-tiba Negara Api menyerang dan Jeje pun menghilang. Wusss!!!!

Aku bagaikan sendal jepit swallow yang hilang sebelah. Atau bagaikan kotak makan tupperwear yang hilang tutupnya. Atau bagaikan supir kopaja 609 yang kehilangan kenek terbaiknya. Ah sedih deh kalo diceritain mah.. *ambil tisyu*.

Terus aku merasa jadi butiran debu di hamparan ladang gandum. Gak usah ditanya dimana ada ladang gandum di Jakarta, itu cuma kiasan ajah. Disini mah banyaknya Rumah Makan Ladang, oh salah.. itu Padang! *bodo amat ul*.

Jadi aku cari yang lain ajah, cari penggantinya Jeje *gampangan banget yak*. Hahaha bukan gitu sih sebenernya. Kebetulan di detik-detik keberangkatan Jeje ke Medan perang, aku ditemukan oleh seseorang yang mengerti aku apa adanya.. *ihirr*

Ya gitu, jadi selain aku kini sibuk dengan siswa-siswaku yang sering curhat ituh, juga disibukan dengan belajar jadi orang baik lagi. Katanya kalo jadi orang baik, bakal dapet temen banyak. Katanya kalo jadi orang baik, meskipun ada yg mau jahat sama kita pun jadinya berubah baik. Katanya berbuat baik itu datengin rejeki, memuluskan impian, dan juga akan balik baiknya ke kita. Jadi aku dan seseorang ini lagi sama-sama belajar.

Kata Jeje harus banyak-banyak bersyukur ul, ada seseorang yang mau menerima kekurangan dan kelebihan kita. Terbaik yang pernah ada. Terbaik yang kita pilih, sebagai teman berbagi suka, juga berbagi duka. Teman yang bahagia saat makan di restoran, juga yang bahagia saat makan di warung kaki lima pinggir jalan. Teman yang bahagia saat cepat tepat sampai tujuan, juga bahagia saat nyasar dan kehujanan.

Teman yang tetap di sampingku, meski aku sedang manyun 5 centimeter. Teman yang tetap membuat tertawa meski di tanggal tua. Teman yang tetap bilang aku lebih manis dari es teh manis, meski muka kusut pulang mengajar hingga setengah sembilan malam. Teman yang tetap nyengir kayak bocah, meski aku sedang bersungut-sungut curhat tentang kang ojek yang wanginya ruarrr biyasa hingga menempel di baju aku. Teman yang tetap memeluk tubuhku yang mungil kayak Tumbelina ini, meski bau keringat abis keliling Gelora Bung Karno. Teman itu kusebut pacar. Kadang juga kusebut kekasih.

Teman yang kata Tulus adalah Teman Hidup.

Semoga di Medan Perang jeje mendapatkan 'harta rampasan perang' yang banyak, biar cepat kalian ganti status di KTP. Doakan kami juga. Aku juga mau ganti status di KTP Jeeeeee.... Aamiin. Kita percaya kalau niatnya baik, Tuhan pasti mengabulkan.
Aamiiiin.

03 February 2016

BAPESOLA

Siang tadi, saat saya dengan sengaja nyari-nyari masalah.. eh salah, maksudnya nyari-nyari makan, saya melihat pemandangan yang menakjubkan. Eh enggak sih biasa aja sebenarnya, tapi bagi saya itu keren. *Karepmu piye toh nduk?*

Iya! Jadi tadi siang saat saya berjalan-jalan di sekitaran Langsat, *ciyeeee anak langsat banget ye kan*, saya menemukan tukang soto lamongan sedang membaca koran. Sotonya enak! Korannya juga enak kayaknya! Eh sebentar, bagusnya saya menemukan soto, atau soto yang menemukan saya? Loh gimana? *jadi bingung*.

Ya pokoknya itu salah satu tempat makan siang cakep di daerah situ. Pas saya pesan sotonya, Bapak Penjual Soto Lamongannya yang selanjutnya akan kita panggil BAPESOLA *singkatan yang maksa* menaruh korannya sebentar. Terus dia membuatkan semangkuk soto plus nasi plus bawang goreng untuk dihidangkan kepada saya. *Loh ini sebenarnya soto lamongan atau soto plus plus?* *bodo amat ul*. Setelah itu ia kembali membaca koran. Serius sekali. Barangkali ada berita bagus disitu. Atau berita krusial tentang negara kita. Satu contoh yang patut ditiru sih buat saya, karna setua dan sesibuk apapun dia masih menyempatkan diri membuka jendela dunia.

Kadang kita ajah kalau waktu istirahat atau saat di perjalanan pulang pergi kantor lebih suka buka sosial media dibandingkan baca buku/koran atau apapun itu. Padahal kita sama-sama sadar kalau kita membeli dan membaca secara manual, kita ikut membantu roda kehidupannya si Penulis, si Jurnalis, si Editor, si "Toko buku", bahkan si Penjual Koran. Hayooo coba deh inget-inget kapan terkahir kali kamu membeli koran? Atau buku? Buku apa? *mau dong rekomendasinya* hehehe

Kalau alasannya kemudahan teknologi, biar saya kasih tahu sini.. *benerin kacamata*.. bahwa berita, informasi, atau nasihat penting itu mungkin aja kamu temukan di postingan media sosial, tapi tidak akan selengkap kamu baca langsung bukunya atau korannya. Kutipan yang di media sosial hanya akan kamu ingat kalimatnya, tapi tidak kamu pahami cerita dibalik kata-kata itu. Kamu bisa dengan mudah copy paste tulisan orang, tapi kamu tidak akan punya pengalaman yang sama dengan orang yang membaca penuh seluruh buah pikiran orang tersebut.

Makanya banyak orang di negara maju bilang kalau budaya membaca itu penting. Selain menghargai karya orang lain, kita juga menghargai diri kita sendiri yang memang butuh asupan ilmu pengetahuan *aih sedaap*.

Sekian.
Salam hangat sehangat Soto Lamongan dari Langsat. Babay!

29 January 2016

Perempuan dan Masalah Krusialnya

Perempuan.
Waktu kecil maunya sama kayak ibunya. Namanya preparatory stage.  Tahap dimana seseorang akan menirukan apa saja yang dilakukan oleh orangtuanya atau orang-orang terdekatnya. Ibunya ke dapur dia ikut, ibunya angkat telpon dia ikut, ibunya solat dia ikut. Pokoknya apapun yang dilakukan ibu harus ikutan.

Waktu di awal-awal masuk sekolah juga udah maunya samaan sama teman. Kadang perempuan sukanya samaan kunciran rambut sama teman sebangku. Atau samaan tempat pensil Winnie the pooh sama teman sekelompok. Atau samaan jajan gulali sama geng cewek-cewek kecil. Pokoknya harus samaan sama yang lain. Kalau gak sama, gak mau masuk sekolah. Kalau gak sama, gak mau jajan bareng. Kalau gak sama kita gak temenan yah!!!

Terus ada namanya play stage. Tahap dimana anak-anak akan memainkan peran seperti orang-orang yang di dekatnya atau bahkan yg ia idolakan. Misalnya ibunya Bani suka masak, jadi Bani sukanya main masak-masakan. Atau misalnya kakaknya Bani dokter, jadi Bani sukanya main dokter-dokteran. Atau misalnya tetangganya Bani suka pacaran, jadi Bani main pacar-pacaran. Ciyeeeeeeee. Loh ini gak bener ini! Gak boleh yah anak-anak, masa masih SD udah pacar-pacaran?

Ya pokoknya tahap tersebut tahap dimana anak-anak puas bermain sepuaaaaaasnya. Tahap dimana anak-anak perempuan kalo ditanya cita-citanya mau jadi apa, pasti bakal dijawab mau jadi dokter atau guru. Tapi mereka harus tau cita-cita itu sungguh mulia. Dari kecil aja udah punya niat jadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa, apalagi gedenya nanti ya kan? *mengheningkan cipta mulai....*

Selanjutnya ada game stage. Pada tahap ini perempuan udah bisa bermain-main. Wah main apa nih? Mainin perannya masing-masing. Misal dia pelajar, ya dia belajar. Misal dia ikut OSIS atau eskul lainnya ya dia udah mulai bertanggungjawab dengan komunitas yang dipilihnya itu.

Namanya juga game, maka di tahap ini (biasanya tahap remaja) perempuan maunya selalu menang. Inget kan quotes-quotes yang sering beredar di media sosial? Yap! "Men to the left, because woman always right!" Itu tolong digarisbawahi yah woman always right! Hahaha *ketawa bahagia*. Iya pokoknya gak boleh ada yang lebih imut dari kita. Gak boleh ada yang yang lebih harum dari kita. Gak boleh ada yang foto instagramnya lebih banyak di-love daripada kita. Dannnn gak boleh ada yang lipsticknya lebih memikat daripada kita. Positifnya lagi, gak boleh ada yang dapet jurusan dan PTN lebih keren dari kita!!! Pokoknya kita juara deh!

Dan terakhir.. ini kalo katanya si George Herbert Mead adalah generalized others. Ini dia tahap dimana perempuan sudah menjadi seperti "seharusnya" yang dibilang orang-orang. Udah harus dewasa. Udah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Udah bisa membedakan mana yang modus dan mana yang tulus. Udah bisa membedakan mana yang lengkuas dan mana yang jahe......

Emm, sebenarnya kalimat terakhir itulah yang agak sulit pemirsah. Bagaimana mungkin setiap perempuan dituntut dengan standar sama rata yang dibuat oleh nenek moyang kita sejak jaman dahulu, sementara kita tumbuh dan berkembang di era yang berbeda, tempat yang berbeda, serta input dan output yang berbeda? Iya masalah krusial itu, yang soal bumbu dapur!

Bagi saya biarlah waktunya mendewasa, ya perempuan akan mendewasa dengan sendirinya. Dengan kesadarannya bahwa ia butuh lebih banyak lagi belajar untuk menjadi paket lengkap. Ada waktunya. Mungkin besok, mungkin lusa. Sebab bunga saja tidak langsung mekar merekah indah, perlu waktu untuk tumbuh. Perlu waktu untuk berkembang.

Cipulir, 29 Januari 2016
Maria Ulfa
-Perempuan yang pernah 2 kali sukses membuat roti bakar dan mie dogdog sendiri pada saat kost di Solo-

20 January 2016

Pacar

Pacar namanya JK. Bukan Jusuf Kalla, bukan pula JK Rowling. Ngakunya sih anak punk, tapi suka makan kecap. Lucu. Imut, tapi gede. Gede cintanya ke gueeee *eyaaaaaa* hahahahaha

Kita berdua sama-sama capricorn, sama-sama kambing, sama-sama cuma mandi sekali sehari, dan sama-sama suka jajan.

Hati gue suka deg-degan kalo dia bilang mau dateng, terus perut suka tiba-tiba mules kalo dia bilang gak pengen jauh-jauh dari gue, terus suka susah tahag kalo dia bilang dia sayang sama gue. Lah gue ini sebenernya lagi jatuh cinta atau lagi kambuh sakit magh nya sih?

Iya pokoknya gitu deh. Kalo macam lagunya Beyonce sih dia bilang "everybody ask me why I'm smiling out from ear to ear", nah itu ya gara-gara si pacar sibuk bikin gue seneng terus. Hahahaha tuh kan gue ketawa lagi. Udeh pembaca yang mulai mual silakan banting hp nya gapapa :p

Gue seneng dia ada untuk gue.
Gue seneng dia manis, lebih manis dari kecap.
Gue seneng dia lagi ketawa, lagi senyum, apalagi kalo lagi sok ngambek. Pengen cubit! Pengen peluk! *eh*

07 January 2016

24

Aku 24.
Belum berani kirim naskah ke penerbit.
Belum bisa masak sayur asem, ikan teri digoreng, sama sambel bawang.
Belum nengokin anaknya Vinna, dan Rahma yang lagi hamil besar.
Dan skor toefl masih di bawah 500.

Aku 24.
10 tahun yang lalu udah punya geng namanya Ngok-ngok.
10 tahun yang lalu pernah ngefans sama kakak kelas yang jago basket.
10 tahun yang lalu udah berani nonton film '50 first dates'.
Dan udah mulai suka baca teenlit.

Aku 24.
Aku sedang bahagia.
Aku dikirimi Tuhan seseorang yang membuat aku tersenyum from ear to ear.
Tangannya menggenggamku. Hangat.
Senyumnya menempel di hatiku. Lekat.

Terima kasih Tuhan, kadonya indah betul.
Aku suka.
Aku peluk bahunya saat ia di dekatku.
Aku peluk bayangnya saat ia jauh.
Tuhan, aku sayang padanya, utuh.