aku

15 April 2012

Persegi Empat (episode 11)


Aku berlari menuju meja telepon. Kucoba dengarkan seksama pembicaraan mama dengan ibunya Syifa. Tapi mama kemudian menutup telponnya. Wajahku menyiratkan tanya pada mama.. Siapa yang meninggal??
Mama memelukku erat. sangaaaat erat hingga aku hampir sulit untuk bernafas.
Aku : siapa ma? siapa yg meninggal?
Mama : sahabatmu nak,, syifa, sahabatmu...
...

...

...

Hening. aku.. aku tak tahu harus berkata apa lagi. Aku kira ini keliru. Tadi syifa masih bersamaku. Masih tertawa bersamaku ceritakan tentang kita. Dia masih melambaikan tangannya di bandara itu. Iya, aku masih ingat betul senyum khasnya saat ia melambaikan tangan di bandara. TIDAK! syifa masih disana! Syifa hanya pergi ke jogja sebentar dan besok akan kembali lagi! Syifa tidak pergi untuk selama-lamanya kan! Tidaaaaaaaaaaaaaak!!

'aku tak percaya lagi.. dengan apa yg kau beri..
aku terdampar disini.. tersudut menunggu mati..
aku tak percaya lagi.. akan guna matahari..
yg dulu mampu terangi.. sudut gelap hati ini..'

Kupaksakan diriku memakai baju hitam itu. Aku memakai baju, bercermin, mengikat rambut panjangku dengan pita merah--pita ini pemberian Syifa. Aku melangkah keluar rumah bagai tak bernyawa. Aku dijemput seseorang untuk ke rumah duka. Aku tak tahu siapa yang menjemputku. Ku datang ke rumah duka, disana banyak orang berpakaian hitam-hitam sambil menangis, aku tak tahu siapa saja mereka. Ada juga beberapa bisik-bisik mengenai kecelakaan pesawat itu, tapi aku tak tahu siapa yg diperbincangkan.. aku tak peduli dengan semua itu.. sungguh ku tak peduli..

Aku disambut dengan peluk tangis oleh tante Martha. Aku memeluknya erat. Aku tahu bagaimana perasaannya saat ini. Seorang ibu yang kehilangan anak remajanya yang cantik jelita yg sangat ia sayangi, Kabar duka mana yg bisa mengalahkan kepedihan dari ini semua.

Jenazah orang itu kini dijemput ayah syifa dan kerabat yang sedang dalam perjalanan menuju kediaman. Aku masih tak percaya, sungguh!
Aku dipersilahkan tante Martha menunggu di kamar Syifa. Kamarnya agak berantakan dengan segala pernak-pernik berwarna merah tersebar di setiap sudut kamar itu. Aku mengamati semuanya.
Hey... ada sesuatu berbentuk 'persegi empat' di dekat meja belajarnya. Apa itu? sepertinya mau dibungkus, tapi belum selesai. Aku mencoba membuka bungkus itu.. terlihat sebuah bingkai persegi empat yang sangat cantik. Di dalamnya terdapat kolase foto-foto kami selama ini. Foto-foto kami tersusun random namun sungguh menarik. Kisah kami seperi terangkum dalam bingkai indah berbentuk persegi empat itu. Aku tersenyum melihatnya.

Teringat semua kenangan yang telah kita lalui bersama. Terlihat semua dari foto itu sedih, tangis, tawa, canda, duka semua kita lalui bersama.
Ada foto di saat kita sedang di mos--kala itu kami berkuncir dua dengan dandanan super aneh. Ada juga saat kami pertama kali memakai seragam putih-abu2 untuk pertama kalinya--betapa bangganya kami saat itu. Ada juga foto saat aku menangis karna kehilangan hp baruku saat kami jalan-jalan ke kota tua. Ada foto saat aku memberikan surprise party saat syifa berulang tahun. Dan ada foto terbaru saat aku menyerahkan kucing pemberian reza, si Oii, kepadanya, semuanya terbingkai indah dalam sebuah kolase berbentuk persegi empat itu.
Semuanya... aku tak ingin pisah -____-

Pemakaman selesai. Aku sempat melihat sosok Harist ada diantara para pelayat. Dia berduka, sama sepertiku. Namun aku tak mau mengantarkan kepergian sahabatku dengan air mata. Ku taruh setangakai mawar merah di atas makam. Itu untukmu, syifa... bukan mawar terakhir. Akan ada lagi... ya, akan ada lagi...

Hari-hari setelah ini sungguh terasa berat. Aku sendiri. Sepi.
Aku berjalan melewati lorong kelas, tak ku lihat lagi sosok syifa yang biasanya terlihat dari jendela kelasnya sedang mengobrol. Aku pergi ke kantin, di situ tak ada lagi kawan yg cerewet menyuruhku makan nasi atau menawarkan martabak spesial buatannya sendiri. Aku duduk diam dikelas, tapi tak ada lagi kuncir rambut syifa yg biasanya terlihat di depan pintu atau suaranya yg riang yang sering membisikkan sesuatu ke telingaku.
Aku mencoba menghibur diri sendiri. Aku pergi ke bioskop, lalu memesan 2 tiket, tapi aku lupa bahwa aku hanya datang sendiri, tidak lagi bersama syifa. Aku berjalan -jalan ke pasar tradisional lalu membeli martabak, tapi rasanya tidak selezat buatan syifa. Akhirnya aku pulang ke rumah. Aku tak menemukan sosok syifa dimana pun. Ia benar-benar telah tiada.
Aku hampiiiiiir saja tertabrak bajaj lagi, tetapi untungnya kali ini supir bajaj itu bisa mengerem. Aku pun segera mengsms sahabatku,, dan sekali lagi aku lupa bahwa takkan ada lagi balasan sms dari syifa.

Malam telah larut. Aku lelah. Sendiri di sini.. Kucoba menyalakan radio untuk mengusir rasa sepi. Sebuah lagu Dea Mirella melantun dengan indah.
'... tak pernah ku duga bahwa akhirnya..
tiada dirimu.. di sisiku..
meski waktu datang dan berlalu sampai kau tiada bertahan.. '

Air mataku pun tumpah tak tertahankan.Aku menangis. Airmataku membasahi bantal guling kecil kado dari Syifa--saat aku ulang tahun ke 16.
Raganya mungkin pergi, tapi namanya... selalu ada di hati.
'... kau bukan hanya sekedar indah..
kau tak akan terganti...'
selamat malam..

Syif, besok aku akan menyelesaikan sesuatu yang harus ku selesaikan...









-bersambung-

No comments: